Adem, Peringatan 101 Tahun Puputan Klungkung

0
Puputan Klungkung, sebuah peristiwa bersejarah bagi masyarakat Klungkung, hari ini diperingati di Semarapura, ibukota kabupaten tersebut. Tak ada acara gegap-gempita. Tak ada pertunjukan spektakuler. Pun, tak ada peristiwa khusus yang ditujukan bagi rakyat kecil untuk mengenang spirirt peristiwa itu. Semua berjalan biasa-biasa saja, macam peringatan rutin yang tak begitu istimewa.
Sesungguhnya apa sih puputan Klungkung itu?

Puputan Klungkung adalah peristiwa perlawanan rakyat Klungkung terhadap Pemerintah kolonial Belanda yang hendak menguasai wilayah tersebut. Perlawanan heroik yang terjadi pada tanggal 28 April 1908 itu dipimpin oleh Raja Klungkung
Ida I Dewa Agung Jambe.
Kenapa disebut “Puputan”, bukan “Perang”?

Puputan adalah istilah rakyat Bali untuk perang habis-habisan demi mempertahankan kehormatan. Semangatnya, lebih baik mati di medan tempur dari pada hidup dengan harga diri terinjak-injak. Dalam sejarah penaklukan Bali oleh Belanda, puputan Klungkung adalah babak akhir dari perlawanan rakyat Bali. Menurut catatan I Made Sujaya, memerhati sejarah Klungkung, pada babak-babak sebelumnya, perlawanan rakyat Bali dilakukan dengan beberapa pilihan langkah. Ada yang memilih jalan kompromi dan bekerja sama, ada yang memilih jalan mengangkat senjata, ada juga yang memadukan keduanya. Klungkung menggunakan berbagai pilihan jalan itu saat berhadapan dengan kolonialisme Belanda. Diawali dengan jalan kerja sama, lalu mengangkat senjata (Perang Kusamba), disusul kompromi dan diplomasi (jalinan kontrak politik dengan Belanda) serta diakhiri dengan jalan mengangkat senjata yang berujung pada puputan.

Rangkaian babak demi babak penaklukan ini bermula dari terjadinya perpindahan kekuasaan dari Belanda kepada Inggris di Pulau Jawa. Bersamaan dengan itu, Raja Buleleng, Gusti Gde Ngurah Karangasem menguasai Jembrana untuk tujuan menduduki Banyuwangi di Pulau Jawa. Tindakan ini membuat geram pemerintah Inggris di Batavia sehingga dikirimlah satu eskader angkatan laut Inggris ke Buleleng pada tahun 1814. Tujuannya, untuk memberi pelajaran kepada Raja Buleleng. Usaha pemerintah Inggris ini mendapat perlawanan hebat. Tidak saja dari Raja Buleleng, tetapi juga dari semua raja di Bali. Raja-raja lainnya di Bali mengirimkan bantuan pasukannya ke Buleleng untuk membantu kerajaan di bagian utara Bali itu. Raja-raja Bali itu bertekad untuk berjuang bersama menentang agresi militer dari luar. Sikap ini merupakan pertama kalinya terjadi pada raja-raja Bali pada masa itu .

Sikap bersatu raja-raja Bali terbukti ampuh. Pemimpin pasukan Inggris, Jenderal Nightingale diperintahkan Batavia untuk memundurkan pasukannya. Pemerintah Inggris tidak bersedia berperang dengan raja-raja Bali yang mempunyai tekad bersatu melawan musuh.
Namun, tiga puluh tahun kemudian, semangat bersatu Bali itu mengalami kemerosotan. Manakala Belanda hendak menyerang Kerajaan Buleleng dan Karangasem gara-gara masalah perampasan kapal milik Belanda, raja-raja Bali enggan untuk membantu kedua kerajaan itu. Bahkan, permintaan Raja Klungkung sebagai sasuhunan (pemimpin) raja-raja Bali dan Lombok saat itu agar para raja di Bali membantu raja Buleleng dan Karangasem, tak mendapat respons yang baik.

Inilah awal petaka bagi keutuhan Bali. Ketidakkompakan raja-raja di Bali itu kemudian membuat Belanda dengan mudah mencengkeram pulau ini. Pertama kali, Buleleng takluk di kaki Belanda. Rubuhnya semangat perlawanan di Bali utara yang terkenal kuat itu menjadi pintu pembuka bagi Belanda untuk menguasai kerajaan lainnya. Setelah Buleleng, dengan mudah Belanda menaklukkan Karangasem dan Gianyar. Belanda kemudian menggempur Badung yang mempertahankan diri dengan melakukan perang puputan, selanjutnya menggempur Klungkung yang bertahan dengan cara serupa.

Dewa Agung Kanya, Srikandi Klungkung
Di Klungkung, perang puputan di atas bukanlah satu-satunya perang melawan agresi Kolonial. Sebelumnya, tercatat sebuah perlawanan rakyat Klungkung melawan Belanda. Perlwanan tersebut terjadi di pantai Kusamba dipimpin oleh Ratu Klungkung, Dewa Agung Istri Kanya. Dalam pertempuran yang berlangsung pada 24-25 Mei 1849 itu, Sang Ratu yang terjun langsung memimpin pasukannya berhasil meluluhlantakkan pasukan Belanda. Bahkan Jenderal AV Michels yang memimpin pasukan tersebut tewas dalam pertempuran itu.
Tentu hal ini sangat mengejutkan Belanda. Klungkung yang dari banyak segi tidak sebanding dengan Belanda mampu mengimbangi dan mengalahkan pasukan Belanda. Peristiwa Perang Kusamba ini dicatat oleh Belanda sebagai kekalahan kedua setelah sebelumnya pasukan mereka dihancur leburkan oleh laskar Jagaraga di bawah pimpinan Patih I Gusti Ketut Jelantik tahun 1848.

Jika kamu hendak melihat dari dekat jejak-jejak sejarah Puputan Klungkung, kamu bisa datang ke Monumen Puputan Klungkung yang kini berdiri menjulang di tengah kota Semarapura. Letaknya, berdekatan dengan obyek wisata Taman Gili - Kertha Gosa, Pemedal Agung dan Museum Semarapura. (abe/jjb)

Post a Comment

0Comments

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*