Makna dan Fungsi Keris di Bali

0
Lima keris pusaka karya Mpu Pande Made Suardika, Prapen Wesi Aji, Denpasar, Bali 

Oleh: Agung Bawantara

Fungsi keris bagi orang Bali bukanlah semata sebagai senjata. Di ranah sosial-politik, keris menjadi simbol status atau kekuasaan. Di ranah sosial-budaya dan spiritual, keris menjadi personifikasi kemahakuasaan Tuhan. Ia digunakan sebagai sarana pemusatan pikiran untuk membayangkan kemahakuasaan Tuhan yang tak terbatas.  Keris juga dijadikan sebagai salah satu pralingga (medium) berkomunikasi dengan kekuatan supranatural yang tak terbayangkan secara utuh oleh pikiran. 

Di sisi lain, orang Bali meyakini bahwa menguasai benda-benda dan kekuatan-kekuatan di luar diri belumlah merupakan capaian tertinggi dalam hidup, sebelum digenapi dengan penguasaan semesta dalam diri mereka sendiri. Dalam konteks itu, keris menjadi satu medium perekam capaian atas penguasaan “ruang dalam”  tersebut. 

Keris-keris pusaka karya Mpu Pande Made Suardika, Prapen Wesi Aji, Denpasar, Bali

Jadi, keris bukanlah semata-mata sebentuk benda dari logam. Ia adalah sebilah medium di mana orang Bali menyimpan harapan sekaligus sebagai “transmiter” masuk dan memancarnya vibrasi supranatural anugerah Dewa (sinar suci Tuhan).  

Di tangan raja-raja Bali, keris bukanlah senjata untuk menundukkan musuh dalam pengertian harfiah. Ia adalah simbol penjaga moral perjuangan bagi diri dan segenap rakyatnya. Vibrasi spiritualnya memancar ke arah vertikal dan horisontal yang diistilahkan dengan “tapak dara”. Kumpulan tapak dara dalam jumlah tak terhingga akan membentuk bola maya dengan diametar tak terhingga pula. 

Untuk itu keris pusaka milik raja dirawat dan ditempatkan sedemikian rupa. Pada waktu-waktu tertentu secara berkala ia “dijenguk” dan  “dihadiahi” sesajian melalui ritual khusus sebagai semacam sarana untuk recharging energi dan vibrasi yang ada padanya. Maka, ketika keris tersebut tak berada lagi di tempat semestinya, itu dianggap perlambang keruntuhan bagi diri mereka dan bagi keris itu sendiri. Untuk mengembalikannya, diperlukan ritual khusus bagi keduanya. 

Keris pusaka dalam prosesi pernikahan. Foto: dok Happy Salma  

Jadi, keris pusaka yang dianggap telah runtuh dan memudar vibrasinya akan diupacarai dengan ritual khusus, untuk mengembalikannya seperti semula. Tanpa itu, keris pusaka hanya seonggok logam biasa saja. Nilainya “hanya” dari estetika dan kesejarahan. Cocok untuk pajangan museum atau penyimpanan benda sejarah. Namun spiritnya dianggap sudah tidak ada lagi.  

Maka sangat-sangat jarang orang Bali menjual keris pusakanya. Jika ada kondisi tak nyaman yang mereka perkirakan disebabkan oleh keris, mereka lebih memilih mengupacarai atau melarungnya ke laut tinimbang menjualnya. Jual-beli keris pusaka yang dilakukan oleh Bali adalah anomali dari keyakinan mereka. Biasanya itu dilakukan diluar kesadaran normal. (jalanjalanbali/AB)

Post a Comment

0Comments

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*